Rabu, 10 Agustus 2011

Nahi mungkar, wewenang siapa?

a 


Amar ma`ruf nahi mungkar hukumnya fardhu kifayah bagi umat Islam, berpijak pada firman Allah,

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

”Dan hendaklah sebagian dari kalian ada umat yang menyeru kepada kebaikan, memerintahkan hal yang ma`ruf dan melarang hal yang mungkar, dan merekalah orang-orang yang meraih kemenangan.” (Ali Imran : 104)
Nahi mungkar wajib dilakukan oleh siapa saja yang melihatnya, sabda Nabi Saw

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ (رواه مسلم)

“Barang siapa di antara kamu yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia merubah (mengingkari) dengan tangannya, jika tidak mampu hendaklah ia merubah (mengingkari) dengan lisannya, jika tidak mampu hendaklah ia merubah dengan hatinya, dan itulah keimanan yang paling lemah.” (HR. Muslim no. 49)

Mengingat Indonesia ini adalah negara hukum, maka selayaknya tugas nahi mungkar ini dilaksanakan setiap elemen bangsa sesuai bidangnya; para ulama dengan lisannya, aparat pemerintah dengan kekuasaan dan wewenangnya. Dalam hal ini, Pemerintah dan ulama hendaknya bekerja sama untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara agamis yang berlandaskan Pancasila.

Sejatinya, amar makruf nahi mungkar sama sekali tidak bertentangan dengan Pancasila. Kita tahu sila pertama adalah Ketuhanan yang Maha Esa. Ini bukti shahih bahwa Negara ini berkaitan dengan ketuhanan. Lalu, Tuhan agama manakah yang memihak pada perjudian, pelacuran, miras, narkoba dan lain lain?.

Harapan kita, umat Islam dapat menyatukan visi dan misi untuk melaksanakan tugas agama dengan baik sesuai bidang masing-masing, tidak saling menyalahkan dan tidak melakukan hal-hal di luar wewenangnya.

Bagi masyarakat yang tidak mampu nahi mungkar dengan kekuasaan dan lisan, mereka harus melaksanakan nahi mungkar dengan hati, yaitu membenci dengan hatinya, menampakkan ketidaksukaannya dan tidak bergaul dengan para pelakunya. Ini adalah kewajiban yang tidak gugur atas setiap individu dalam setiap situasi dan kondisi, oleh karena itu barang siapa yang tidak mengingkari dengan hatinya maka keimanannya layak diragukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar